Sudut Pandang: Quality over Quantity

Sudut Pandang: Quality over Quantity

 Menikmati 2021: Kualitas Melebihi Kuantitas?

Dewasa ini, hampir semua arti kesuksesan dan keberhasilan dinilai dari angka. Bagi yang menganggap dirinya pengusaha yang sukses, orang lain akan bertanya "berapa pendapatanmu per hari?". Bagi yang merasa dirinya adalah youtuber yang mumpumi, pertanyaan "berapa jumlah subscribermu sekarang?" akan dilontarkan. Ketika ada seminar dengan tema "Menjadi Milenial yang Sukses", pembicara yang diundang adalah para pengusaha muda dengan omzet puluhan hingga ratusan juta per hari atau penulis muda dengan total penjualan buku sekian ratus ribu salinan, dan banyak contoh lainnya. Zaman yang serba cepat dan canggih ini menuntut kita untuk menjadi berhasil berdasarkan standar kuantitas: berapa gajimu (materi), berapa usiamu saat sukses (kemapanan), berapa banyak followers di sosial mediamu (popularitas), dan seterusnya. 

Bulan kedua (Februari) di tahun 2021 hampir usai, tinggal 10 bulan tersisa sebelum tahun kerbau ini berganti menjadi tahun macan. Aku mencoba mengubah pola pikirku saat memasuki tahun 2021 ini. Aku ingin menikmati tahun ini dengan standar yang berbeda dari umumnya, yaitu standar kualitas, bukan kuantitas. Beberapa hal yang aku fokuskan secara kualitas di sini adalah aktivitas dan pola hidup.

Aktivitas yang Berkualitas

Bila di tahun sebelumnya aku ingin selalu sibuk dan mengerjakan banyak hal dalam 1 hari, saat ini aku ingin menjadi lebih fokus. Cara paling mudah untuk bisa fokus adalah dengan membuat prioritas. Ketika aku sudah memiliki prioritas, aku tidak lagi merasa "aku sibuk" atau "aku tidak sempat". Setiap orang mempunyai jatah waktu yang sama dalam 1 hari. yaitu 24 jam. Jadi, ketika prioritasku saat ini adalah kuliah dan membantu orang tua, maka dua hal itulah yang benar-benar aku fokuskan setiap harinya.

Dulu aku memberi target pada diri sendiri untuk bisa menulis 2 artikel dalam 1 minggu, yang artinya ada 8 artikel dalam 1 bulan. Yang sering terjadi ketika aku tidak mencapai target tersebut adalah rasa bersalah dalam diri yang malah membuatku menjadi tidak produktif dalam menjalani hari. Oleh karena itu, aku tidak lagi mau membebani pikiranku dengan target-target yang belum menjadi prioritasku saat ini. Karena sudah tidak lagi menekan diri dengan kuantitas tertentu, aku malah bisa menulis dengan lebih semangat dan terstruktur, meski hanya bisa 2 tulisan di bulan Februari 2021 ini.

Baca juga: Rezeki Dipatuk Ayam

Pola Hidup yang Berkualitas

Menurutku, makan cukup dan tidur cukup tidaklah cukup. Lho, bagaimana maksudnya? Standar 'cukup' versiku dan versi orang lain tentu saja berbeda-beda. Secara umum, mungkin kita semua sudah tahu tentang cara menjaga kesehatan tubuh, seperti tidur 6-8 jam/hari, olahraga 2-3 kali/minggu, makan-makanan bergizi, dan lainnya. Di luar menjaga tubuh sehat, ada satu hal lain yang perlu kita kejar untuk bisa mencapai pola hidup yang berkualitas, yaitu memiliki pola pikir yang sehat. Pola pikir yang sehat itu seperti apa? Karena aku bukan ahli di bidang psikologi, tulisan berikut diambil dari sumber terpercaya yang disesuaikan dengan pengalaman pribadi.

Menilai diri negatif secukupnya. Aku mengenal beberapa orang yang sering pesimis dan menilai dirinya buruk. Hal ini terjadi karena mereka selalu merasa kurang ketika mereka membandingkan diri mereka dengan orang-orang yang mereka lihat di sosial media atau di sekitar mereka. Maka dari itu, aku menulis secukupnya di awal untuk mengingatkan diri kita agar tidak menilai diri terlalu berlebihan. Kesehatan mental kita akan terkena imbasnya. Ketika kita sedang terpacu untuk mengkritik diri, cobalah berhenti sejenak (dari semua pikiran), dan analisa lagi apa yang menjadi sumber dari kemunculan kritik itu. Bila sudah lebih tenang, patahkan pola pikir tersebut dan bangkit.

Menjadi lebih humoris. Membentuk pola pikir yang optimis akan terasa sulit ketika kita terlalu serius. Kenali potensi humor di dalam dirimu dan carilah hal-hal humoris yang bisa membuatmu tertawa lagi, misalnya melalui video, film komedi, gambar yang lucu (meme) dan lainnya. Setelah melepas tawa dan kembali ceria, kita akan merasa lebih mudah untuk merangkul pola pikir positif tentang diri kita.

Ketika kita menilai diri kita buruk terlalu berlebihan, kesehatan mental kita akan terkena imbasnya. Ketika kita sedang terpacu untuk mengkritik diri, cobalah berhenti sejenak (dari semua pikiran), dan analisa lagi apa yang menjadi sumber dari kemunculan kritik itu.

Dengan mampu mengaplikasikan aktivitas dan pola hidup yang berkualitas, aku tidak terlalu mempermasalahkan lagi hal-hal yang menuntut kuantitas, seperti seberapa banyak hal yang harus aku kerjakan atau jumlah sosial media yang aku punya. Kuantitas memang penting, tetapi ketika angka menjadi fokus utama, aku seringkali melupakan hal penting lainnya, yaitu kualitas. Kalau keduanya bisa seimbang, tentu akan lebih baik adanya. Maka, kenali dan gali diri untuk lebih tahu mana yang menjadi prioritas kita saat ini.

Baca juga: Rasa Cemas dan Insecure karena Media Sosial


Source:
Prasetyo, Bobby Agung. Tips Membangun Mental Sehat dengan Berpikir Lebih Positif. 11 Dec 2018. https://www.klikdokter.com/info-sehat/read/3619674/tips-membangun-mental-sehat-dengan-berpikir-lebih-positif.

Comments

  1. Luar biasa..tulisannya makin berbobot,kutunggu tulisan selanjutnya

    ReplyDelete
  2. Quality over quantity ya, hmm...topik yang menarik. Kalau menurut saya sih, a good quality comes in a right quantity.

    Benar sih ketika kita menilai sesuatu semata hanya dari kuantitas, kita mungkin akan melewatkan kualitas dari kuantitas yang seabreg-abreg itu. Namun, kalau hanya fokus ke kualitas lalu mengabaikan kuantitas, rasanya kok kurang bijak juga.

    That's why, menurut saya sebaiknya kita jangan lagi memilih antara kualitas atau kuantitas. Karena keduanya sama-sama penting dan saling melengkapi.

    Mengkritik diri berlebihan (kuantitas) tentunya tidak sehat bila tidak dibarengi dengan kedalaman kritik dan action plan (kualitas) yang baik.

    Bukan begitu?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih sudah berbagi pandangannya, kak Prima.
      Setuju sekali kalau kuantitas dan kualitas bisa berjalan beriringan dan saling melengkapi.

      Delete
  3. Aku lebih milih kualitas drpd kuantitas dalam hal apapun. Beli barang, membuat target dll. Beli barang murah, tp rusak 2-3 kali pakai. Lama2 jd boncos juga. Ya mending beli yg berkualitas bagus, meski mahal, tapi awet :).

    ReplyDelete

Post a Comment