Rasa Cemas dan Insecure karena Media Sosial - Simak Artikel Ini

Rasa Cemas dan Insecure karena Media Sosial - Simak Artikel Ini

Di era modern dan serba canggih ini, siapa yang tidak memiliki akun media sosial? Sering sekali kita membuka media sosial sampai lupa waktu dan kehidupan realita. Terlebih lagi, media sosial juga dapat mempengaruhi pola pikir kita. Harus kita akui bahwa terlalu lama berselancar di media sosial dapat memberi dampak pada psikis kita. Beberapa di antara kita mungkin sampai merasa tidak aman dengan diri sendiri (insecure) karena kita terlihat "berbeda" dengan apa yang tampak "pada umumnya" (yang dipandang baik dan benar oleh mayoritas). Orang-orang di sekitar kita pun mulai menilai kita berdasarkan apa yang mereka lihat di dunia maya. Tidak asing lagi kalimat-kalimat ini diutarakan oleh orang-orang di sekitarmu: "Kamu gendutan ya? Cobain deh produk pelangsing yang diiklankan oleh artis A," atau "Jerawatmu banyak banget. Kamu nanti ga laku lho," atau "Kamu udah 30 tahun, kok belum nikah? Coba lihat si artis B, dia udah punya 3 anak di usia kamu". Apabila kamu sedang merasa cemas dan insecure saat ini, aku mau membagikan padamu suatu artikel bagus. 

Artikel ini dalam bahasa Inggris, sehingga aku akan menerjemahankannya ke dalam bahasa Indonesia untukmu. Karena gaya tulisannya yang informal, aku juga akan menerjemahkannya demikian. Semoga bermanfaat untuk kita semua.


Artikel asli bisa diakses di sini. Ditulis oleh Melissa Willets

Media Sosial Membuatku Cemas dan Insecure - Ini yang Ku Rasakan Setelah Menonaktifkannya Beberapa Minggu

Pesan singkat atau postingan terakhirku di Facebook bertuliskan, "Istirahat sejenak dari  media sosial untuk fokus dengan kehidupan nyata". Aku menulis itu beberapa minggu yang lalu, dan dengan senang aku menyampaikan bahwa aku sudah memegang teguh komitmen untuk menonaktifkan media sosial.

Aku tidak kaget dengan bagaimana aku merasa lebih baik sejak aku memulai hiatus media sosial. Ide untuk menonaktifkan Instagram dan Facebook lahir ketika aku mulai menyadari kecemasan yang aku rasakan setelah menghabiskan waktu daring (dalam jaringan atau online). Aku menjalani hari yang sangat baik, kemudian aku menelusuri foto-foto orang lain yang tidak ku kenal, dan tiba-tiba, aku membandingkan diriku dengan temannya teman dan selebriti. Semua orang selalu terlihat mempunyai kehidupan terbaik di daring! Meskipun aku tahu gambar-gambar itu sangat diedit dan hanya menggambarkan sebagian kisah, menyerap pesan seperti itu tidaklah sehat untukku.

Buktinya, pada hari-hari di mana aku memiliki dua pilihan: antara sibuk membuka media sosial atau menghindarinya dengan aktif, aku sadar bahwa aku lebih bahagia dan lebih bisa fokus pada apa yang aku kerjakan, dibandingkan harus terdistraksi dengan apa yang orang lain lakukan. Aku juga mencatat bahwa mem-posting fotoku sendiri tampaknya membawa efek negatif pada kondisi mentalku juga, karena kolom komentar. Bahkan, ketika aku membagikan fotoku bersama anak-anak yang sama sekali tidak merugikan orang lain, selalu ada saja komentar yang tidak cocok denganku. "Ya ampun! Kamu pasti ibu menyusui." Huft. Mungkin aku terlalu sensitif, tapi itu adalah poin lain. Ada yang dapat aku lakukan untuk membatasi stres yang terjadi karena media sosial: cukup menjauhinya.

Sejak aku memulai diet media sosial, aku terjebak dengan satu pengecualian. Lingkunganku memiliki satu halaman Facebook untuk orang tua yang selalu menawarkan tips, pengingat, dan pembaruan yang bermanfaat, jadi aku belajar bahwa aku harus terlibat di sana. Aku juga belajar bahwa ketika kamu terbiasa menelusuri media sosial sambil mengantri di kasir swalayan, atau di jalur penjemputan sekolah, momen tersebut pada awalnya menjadi tantangan untuk melatih kembali dirimu untuk melakukan sesuatu yang lain. Tetapi sudah jelas ketika aku tidak membiarkan wajahku terfokus pada layar ponsel, aku bisa hadir dengan lebih nyata di momen tersebut.

Mungkin tidak ada hal yang sangat menarik di swalayan, tetapi begitu juga dengan apa yang terjadi di daring. Aku mungkin ketinggalan beberapa gambar lucu para ibu (motherhood memes) yang aku juga akan lupa dua detik kemudian, dan aku tidak akan terlalu menganggap aku rugi besar ketika aku tidak tahu di mana tetanggaku makan siang. Dia dapat memberitahuku nanti. Oh, dan jika aku tidak melihat foto terbaru Kardashian, ya sudah. Akan ada lebih banyak foto barunya nanti, dan kita semua tahu itu!

Semakin lama aku tidak membuka media sosial, semakin sedikit rasa takut ketinggalan (FOMO - Fear of Missing Out) yang aku alami, mungkin karena aku terlalu sibuk memperhatikan kehidupan nyataku. Aku tidak mengambil gambar hanya agar aku dapat mem-postingnya di Facebook. Aku juga tidak terlalu kepikiran dengan beberapa postingan yang aku lihat, tentang bagaimana kehidupan orang lain sangat sempurna dan menyenangkan. Misalnya, aku pernah melihat swafoto (selfie) seorang kenalan setelah dia ke salon, yang akhirnya membuatku minder, karena aku bahkan belum sempat mandi seharian itu! Di lain waktu, aku  merasa sangat kecewa dengan diri sendiri karena tidak membuat pancake berbentuk hati seperti yang dibuat teman kuliahku untuk anak-anaknya pada hari Minggu pagi.

Aku sangat lega dapat melindungi diriku dari melihat postingan tentang anak temanku yang mendapatkan gelar berprestasi (honor roll), atau postingan teman tentang suaminya memberi dia kejutan, dan suamiku tidak demikian. Siapa yang butuh semua kebisingan itu? Sudah cukup banyak kebisingan dalam kehidupan keseharian kita, tanpa kita perlu menghidupkan komputer. Kita membiarkan apa yang orang lain lakukan mempengaruhi kita secara berlebihan, dan hal ini tidak BAIK, paling tidak untuk diriku.

Aku telah berdamai dengan bagaimana media sosial mempengaruhiku: mereka mengembangkan kecemburuan dan rasa tidak aman (insecurity), dan membuatku merasa kosong, tidak terhubung, dan tidak autentik. Aku tidak menginginkan atau memerlukan media sosial di dalam hidupku saat ini.  Bahkan, aku merasa aku sudah sudah tidak menginginkannya selamanya. Tentu saja, aku tidak bisa mengatakan bagaimana perasaanku tentang hal itu kelak, dan aku pasti bisa berubah pikiran. Namun, hingga waktu itu tiba, kamu tidak akan menemukanku di Facebook atau Instagram. Tetapi kamu mungkin memperhatikan betapa berkurang stres dan keraguan yang aku alami; itu pun kalau kamu tidak terlalu sibuk berselancar daring!

Diterjemahkan oleh Chindy Christine.

Source:
Willets, Melissa. 2020. "Social Media Made Me Anxious and Insecure - Here's How I'm Feeling Weeks After Giving It Up". Popsugar (blog), January, 15 2020. https://www.popsugar.com/fitness/Benefits-Giving-Up-Social-Media-45780672.

Comments

  1. Wah mantab nih konten terjemahannya

    ReplyDelete
  2. Setuju Chin. Aku bahkan nonaktif sosmed sejak 2018. Hanya dibuka sesekali pas lagi butuh aja.
    Tau gk rasanya setelah diet ekstrim sosmed dan buka lagi rasanha hambar cenderung eneg liat postingan" itu. Seminggu kemudian pasti nonaktif lagi akunku. Sampe temen sering nanya, Ndra kok gk bisa di tag di IG. wkwk

    ReplyDelete
  3. Thank you for sharing this, kak Chindy :)) Aku emang lagi insecure karena wajah penuh jerawat sudah beberapa bulan ini. Alhasil, aku sampe ngebandingin diri aku sama siapapun yang aku temui. Aku bahkan sampe gak puas dan gak sabar aku rela untuk beli series of skincare khusus jerawat. Setelah aku pikir2 aku gak bisa terus2 menyalahkan diri aku dan merasa kurang atas apa yg aku punya ditambah ketergantungan aku terhadap social media yg buat aku makin panik. Jadi akhirnya aku putuskan untuk menonaktifkan sosial media ku dan bener2 istirahat total dari dunia yg tidak nyata itu. Sudah 28 hari aku tidak buka IG and that's a relief. Aku sempat buka FB beberapa hari lalu hanya untuk say Hi sama teman2 kuliah. Setelah itu aku nonaktifkan lagi. My life is super calm and enjoyable without too much shakin' on social media right now. Aku pikir ini langkah yg baik untuk fokus sama apa yg sebenarnya perlu kupikirkan :))) Anw jadi curhat nih. LOL

    Keep up the good work, kak Chinnnnnnn :))

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jacklin, thanks a lot for the sharing. Semoga bisa selalu happy tanpa perlu membandingkan diri dengan apa yang ada di sosmed yaaa. Love you..

      Delete
  4. The Most Iconic Video Slots On The Planet - Jancasino
    The most iconic jancasino.com video https://deccasino.com/review/merit-casino/ slot poormansguidetocasinogambling.com is the 7,800-calibre slot machine called Sweet Bonanza. This slot machine was developed casino-roll.com in 2011, developed งานออนไลน์ in the same studio by

    ReplyDelete

Post a Comment