Pelajaran Berharga Selama 7 Tahun Merantau

Pelajaran Berharga Selama 7 Tahun Merantau
Kisah merantauku dimulai saat aku kuliah S1. Usiaku saat itu 17 tahun. Apakah aku ingin merantau? Sejujurnya tidak terlalu. Sebagai anak bungsu dari 3 bersaudara, aku ingin tinggal di rumah saja, menemani kedua orangtuaku. Namun, orang tuaku punya mindset atau pemikiran yang berbeda. Karena kedua kakakku kuliah di perantauan, orang tuaku juga mendorongku untuk kuliah di luar kota. Orang tuaku melakukan riset terlebih dulu. Mereka memberitahuku kalau aku ingin mengambil jurusan bahasa Inggris, Universitas Sanata Dharma di Yogyakarta adalah tempat terbaik untuk belajar Sastra Inggris. Alhasil, aku pun merantau ke kota pelajar, kota Yogyakarta.

Bila orang tua pada umumnya mendorong anaknya untuk kuliah di dalam kota agar tidak terpisah oleh jarak, orang tuaku punya mindset sebaliknya. Merantau akan mengajarkan kalian hidup mandiri dan hidup apa adanya. Dan benar sekali! Jauh dari orang tua (secara jarak) membuatku belajar banyak hal. Agustus 2013 adalah bulan pertamaku merantau. Tak terasa, sudah bulan Juli 2020 (saat aku menulis artikel ini), dan itu artinya... aku sudah merantau selama 7 tahun! Aku akan membagikan pelajaran-pelajaran berharga yang ku dapatkan. Mungkin apa yang aku pelajari sebagai perantau dan apa yang kalian pelajari bisa saja berbeda, jangan ragu untuk cerita di kolom komentar ya.

Pelajaran Berharga Selama Merantau

Belajar Mandiri 

Ketika kita berbicara tentang mandiri, ada banyak aspek yang bisa dipelajari. Aku akan mulai dari segi finansial karena ini adalah bagian tersulit. Sebagai perantau yang harus mengurusi biaya kos, biaya makan sehari-hari, biaya kebutuhan harian, dan lainnya, aku harus belajar mengatur keuanganku. Memang orang tua mengirimkan uang saku setiap bulan untuk membayar semua kebutuhanku. Namun, akulah yang mengontrol ke mana dana itu akan mengalir. Mengingat orang tuaku sudah bekerja keras di kampung halaman, rasanya sangat tidak nyaman ketika aku minta tambahan uang saku. Oleh karena itu, ketika transferan masuk, aku berusaha sekeras mungkin untuk hidup cukup dengan uang tersebut. Bukan sebaliknya, menggunakan uang saku dengan bebas dan bila habis - ya tinggal minta lagi. Di tahun pertama kuliahku, aku sempat 1 kosan dengan seorang kakak tingkat yang suka clubbing. Setiap kali orang tuanya meneleponnya, kakak tingkat ini sering mengeluhkan kehabisan uang saku. Aku kok tidak sampai hati untuk begitu ya...

Bila ada keperluan mendesak yang berhubungan dengan perkuliahan, aku akan menginfokan orang tuaku apa keperluan tersebut dan berapa biayanya. Kemudian, mereka akan mengirimkan uang saku bulanan dan uang tambahan sejumlah kebutuhan yang telah aku ceritakan bulan depan. Dengan belajar mandiri dalam mengurusi keuangan sejak kuliah, aku menerapkan hal yang sama secara tidak langsung saat bekerja. Memang terkadang masih sangat boros - untuk beli kopi, buku, barang-barang perintilan - tapi paling tidak, aku sangat tidak ingin menyusahkan orang tuaku saat ada hal di luar dugaan. Misalnya saat sakit, saat ada pengeluaran di luar dugaan, dan tentunya, saat membeli tiket pesawat ketika aku mau pulang bertemu mereka.

Hal mandiri lainnya yang ku pelajari adalah dalam mengurusi diri sendiri, seperti memasak, mencuci baju, setrika baju, membersihkan kamar, dan lainnya. Sederhana sih, tapi.... ketika kita sedang sibuk, hal tersebut terasa sangat berat. Aku jadi sadar kalau peran seorang mama harus diapresiasi karena mengurusi rumah tangga beserta orang-orang di dalamnya adalah perkara yang susah.

Belajar Berkomunitas

Awal mula merantau, pastinya kita semua seorang diri. Berkomunitas menjadi suatu prioritas bagiku. Baik saat kuliah di Jogja maupun saat sudah bekerja di Jakarta, aku selalu berusaha untuk mencari komunitas yang dapat membantuku bertumbuh. Komunitas tersebut bisa jadi teman-teman sekelas, teman-teman organisasi, teman-teman seiman dan lintas iman, dan banyak lagi. Kemampuan untuk berkomunitas bukanlah hal mudah. Seiring waktu, aku menyadari ada yang cocok denganku dan aku bisa belajar banyak hal dari komunitas itu. Namun, ada pula yang tidak cocok. Begitulah kehidupan berkomunitas. Kalau cocok dengan prinsip yang kita pegang, lanjutkanlah. Tetapi, bila sudah melenceng, jangan ragu untuk tinggalkan.



Belajar Menentukan Arah Hidup Sendiri

Ketika aku merantau, ada banyak keputusan yang harus aku ambil sendiri tanpa aku sempat mendiskusikannya dengan orang tua. Keputusan yang sederhana seperti mau ambil skripsi  Linguistics atau Literature atau mau ambil kuliah Pancasila sama dosen A atau dosen B. Termasuk pula mau gabung organisasi basket atau paduan suara - aku tidak mendiskusikannya terlebih dulu. Karena aku merasa akan menyusahkan orang tuaku bila aku menelepon mereka untuk minta pendapat hal-hal sederhana, aku pun belajar menentukan arah hidupku sendiri.
Aku sangat bersyukur karena orang tuaku mendukung hampir semua keputusan yang aku ambil. Walaupun banyak pula yang aku sesali, mereka akan berkata "Ya begitulah hidup. Itulah yang mendewasakanmu". Setelah belajar dari kesalahan-kesalahan dalam mengambil keputusan sendiri, aku lebih banyak berdiskusi dengan mereka saat ini. Memang aku yang menjalani dan mengambil keputusan, tetapi aku selalu senang mendengarkan persepsi dari orang-orang terdekatku.

Itulah pelajaran-pelajaran berhargaku selama 7 tahun merantau (2013-2020). Campur aduk rasa senang dan sepi pasti menemani setiap hari. Jangan lupa untuk terus jaga komunikasi dengan mereka yang di rumah. Senyuman merekah akan tampak di wajah orang tua bila kita selalu ingat mereka.

Comments

  1. Cuman mau bilang makin hari makin seneng baca tulisan kakak :)
    Semangat terus yaa :):)

    ReplyDelete
  2. Wah mandirinya udah dari kuliah banget ya.
    Aku tambahin boleh ya, mungkin terlewat karena memang mengalir begitu saja, menurutku mengolah rasa rindu untuk pulang rumah itu juga hal yang dipelajari saat merantau. Serta makin menghargai waktu saat berkumpul bersama keluarga. Terimakasih untuk terus berjuang dan lanjutkan menulisnya agar terus menginspirasi Chindy. Gbu

    ReplyDelete
  3. You're rock bebh...

    Ikuti cerita Igenaya juga di Igege.blogspot.com yaa

    ReplyDelete
  4. Hey Kak Chindy! Nice post! Aku sendiri juga perantau. Hehehe ternyata udah enam tahun aja merantau. Awal-awal dulu sih masih ikut saudara hampir tiga tahun. Terus dapet kerjaan aku jadinya kos sampai sekarang. Yang sadari jadi anak kos lebih asyik sih ketimbang yang namanya numpang. Dan bener itu kita harus bisa kelola uang hingga habis bulan. Buat makan, jajan, kebutuhan harian, perawatan badan, ongkos, dan pos biaya wajib bulanan. Eniwe, salken ya kak ^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salam kenal ya, Navia. Thanks a lot sudah mampir ke blog ini. Semangat terus yaaa merantaunya...

      Delete

Post a Comment