Sabar dalam Kesesakan

Sabar dalam Kesesakan

Tulisan reflektif kali ini murni terinspirasi dari ayat Alkitab:

Roma 12:12 (TB)  Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa! 

Bulan Maret hingga April 2021 menjadi masa-masa yang cukup menyenangkan dan menantang bagiku. Jadwal mengajarku dari yang 4 pertemuan/minggu menjadi 10 pertemuan seminggu. Tentu saja aku bersukacita luar biasa karena aku telah menanti masa sibuk ini dari awal tahun. Sayangnya, pasti ada yang dikorbankan, seperti tenaga (aku merasa dikejar-kejar setiap waktu) dan pikiran (yang ada di otak hanyalah "siapin materi besok", "jangan lupa koreksi"). Karena aku juga sedang menjalani kuliah daring, aku harus mengatur waktu dengan baik dengan jadwal kuliah yang cukup padat dan tugas yang tidak sedikit jumlahnya.

Mungkin para pembaca www.ChindyCerita.com juga sadar bahwa akhir-akhir ini aku jarang mengeluarkan tulisan baru. Meski demikian, aku tetap berefleksi hampir setiap hari, dan di bawah ini adalah hasil renunganku di bulan April 2021. 


Berkeluh Kesah Secukupnya

Dengan aktivitas yang cukup padat dan menguras tenaga, aku sadar kalau mungkin aku akan mudah mengeluh. Tapi, aku juga sangat sadar kalau 'mengeluh' tidak akan menyelesaikan PRku yang menumpuk. Daripada aku mengeluh, aku lebih memilih untuk berkeluh kesah ketika sudah di ambang batas lelah. Lho... apa bedanya 'mengeluh' dan 'berkeluh kesah'? Dalam bahasa Inggris, mengeluh adalah complaining about life, sedangkan berkeluh kesah adalah being in sadness/sorrow and sighing (menurut terjemahan beberapa ayat Mazmur dalam versi New English Translation) - yang artinya sedang sedih dan menghela nafas . 

Sebagai manusia biasa, masalah tidak pernah berhenti mengalir. Ada saja hal-hal di luar ekspektasi yang terjadi hampir setiap hari, mulai dari kucing sakit flu, perubahan jadwal mengajar yang mendadak, bertemu orang asing yang berucap seenaknya dan membuat hati jadi tidak enak, dan lainnya. Aku terus mengingatkan diriku untuk berkeluh kesah secukupnya. Bukan karena aku ingin menjadi orang yang terus-menerus berpikir positif, bukan... Tapi karena kesedihan dan kesulitan hidup hanyalah sementara. Aku memiliki kemampuan untuk merangkul kesulitan itu dan memakai kekuatanku untuk kembali melangkah.

Aku terus mengingatkan diriku untuk berkeluh kesah secukupnya. Kesedihan dan kesulitan hidup hanyalah sementara. Aku memiliki kemampuan untuk merangkul kesulitan itu dan memakai kekuatanku untuk kembali melangkah.

 

Mensyukuri Keberadaan Support System

Sedikit melanjutkan poin di atas... Lagipula, bila aku terus menerus mengeluh (bahkan ketika masalah yang dikeluhkan telah berlalu), aku menyebarkan pengaruh tak menyenangkan ke support system-ku (orang-orang terdekatku). Memiliki support system yang luar biasa baik adalah hak istimewaku (privilege) saat ini. Mungkin orang lain belum bisa memilikinya, atau sesimpel belum menyadarinya? (Entahlah..) Yang pasti, dalam setiap pergumulan yang aku hadapi saat ini, aku punya orang-orang yang (paling tidak) setia menjadi pendengar. Keberadaan mereka sungguh aku syukuri, seperti yang tertulis di ayat ini:

Filipi 1:3-4 (TB) Aku mengucap syukur kepada Allahku setiap kali aku mengingat kamu. Dan setiap kali aku berdoa untuk kamu semua, aku selalu berdoa dengan sukacita. 
Source: Pinterest

Tidak semua orang mendapatkan kekuatan dan sukacita yang sama melalui keberadaan support system sepertiku, tidak apa... Paling tidak, kita tahu bahwa kita tidak sendirian dalam mengarungi perahu kehidupan yang sering diterpa ombak dari berbagai arah. Aku selalu mengingatkan diriku sendiri... Orang-orang di sekitarku sudah mengorbankan waktu, tenaga, dan perhatian mereka untuk mengasihiku, jadi aku tidak akan take them for granted (menganggap sepele keberadaan mereka). 


Sabar dan Berdoa

Dua kata di atas terlihat sederhana ya... Namun, saat kita sudah mampu melakukan kedua hal tersebut ketika kita berada dalam kesesakan, kekuatan di dalam diri akan menjadi besar. Bagaimana bisa? Tentu saja bisa... Karena dengan bersabar dan berdoa, kita menyadari bahwa arus kehidupan, lancar atau tidaknya, tidak berada dalam genggaman tangan kita. Semuanya bergantung pada Yang Maha Esa dan Semesta. 

Source: Pinterest

Aku tak pernah menyangka akan kuliah daring sampai durasi 10 bulan seperti sekarang. Aku tak pernah berharap juga akan mendapatkan 4 kelas sekaligus untuk aku ajar sambil menjalani kuliah daring. Semua hal buruk dan baik terjadi atas izin Sang Pencipta dan Semesta. Sebagai manusia biasa, aku cukup memberikan kemampuan terbaikku setiap hari. Apabila esok hari 4 kelasku tiba-tiba diambil kembali dan aku kembali tidak berpenghasilan, bagaimana? Ya tidak apa-apa... Aku akan sabar, berdoa, dan kembali mencoba.


Refleksi ini tidak muncul dalam semalam tentunya. Aku telah melewati proses panjang untuk mengasihi diri sendiri, mensyukuri apa yang ku miliki saat ini, dan berserah pada Bapa untuk apa yang akan terjadi nanti. 

Semoga tulisan Sabar dalam Kesesakan ini bermakna ya bagi kita semua. 
Ditulis di saat sedang bantu papa di toko :D (mencuri sedikit waktu kerja untuk mencurahkan isi kepala)

Soli deo Gloria.

Baca juga: Sudut Pandang: Quality over Quantity

Comments

  1. Kita tidak tahu,apa yg akan terjadi,tetap semangat kuliah,mengajar dan menulis,Tuhan yg menentukan semuanya

    ReplyDelete
  2. Thank you Chindy for this piece of writing! It really helps me personally. Terus semangat ya Chindy dalam segala yang Chindy kerjakan! :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Akan selalu semangat, Sharon, Amin... Kamu juga semangat yaaa untuk tesis dan ngajarnya. Love you...

      Delete
  3. Baru sempat baca dan aku sangat terberkati. Jadi ingat sharing aku kemaren sama kak Chin (aku kategorikan itu berkeluh kesah) :DDD Tuhan terus menyertai segala yang kak Chindy kerjakan yaaa.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih ya Jacklin sudah mampir. Ikut senang refleksi singkat ini bisa menjadi berkat. Tuhan selalu sertai Jacklin juga yaaaa...

      Delete

Post a Comment